Kamis, 19 Februari 2015

Coastal Management: Analisis Perubahan UU No.27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil ke UU No.1 Tahun 2014

Pada kesempatan kali ini saya akan membahas mengenai perubahan UU no.27 tahun 2007 ke UU No.1 tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Berikut pasal-pasal pada UU no.27 tahun 2007 yang telah diubah :
Pasal 1
Ayat 1
“...suatu proses perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil antarsektor, antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah, antara ekosistem darat-laut, serta antara ilmu pengetahuan dan manajemen meningkatkan kesejahteraan masyarakat.”
Menjadi
“...suatu pengoordinasian perencanaan, pemanfaatan, Pengawasan, dan pengendalian  sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil yang dilakukan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah, anatarsektor, antara ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu pengetahuan dan manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.”
Ayat 17
“...dengan memperhatikan daya dukung lingkungan dan teknologi yang dapat diterapkan...”
            Menjadi
“...yang dapat disusun oleh Pemerintah Daerah dengan memperhatikan daya dukung lingkungan dan teknologi yang dapat diterapkan...”
Ayat 18
Pada pasal 1 ayat 18 UU no.27 tahun 2007 membahas mengenai Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP-3). Secara garis besar HP-3 adalah hak atas bagian-bagian tertentu dari perairan pesisir untuk diusahakan baik usaha kelautan dan perikanan serta usaha lain yang berkaitan dengan pemanfaatan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil.
            Pasal 1 ayat 18 pada UU no.1 tahun 2014 mengalami perubahan yakni membahas mengenai perizinan lokasi untuk pemanfaatan ruang dari sebagian perairan pesisir.
Ayat 18A
Ayat 18A merupakan sisipanantara ayat 18 dan ayat 19 yang menjelaskan perizinan Pengelolaan. Bunyi Pasal 1 ayat 18A yakni “Izin Pengelolaan adalah izin yang diberikan untuk melakukan kegiatan pemanfaatan sumber daya perairan pesisir dan perairan pulau-pulau kecil.”
Ayat 19
“Konservasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah upaya perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta ekosistemnya untuk menjamin keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragamannya.”
Menjadi
“Konservasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah upaya pelindungan, pelestarian, dan pemanfaatan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta ekosistemnya untuk menjamin keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragamannya.”
Ayat 23
“Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh Orang dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan...”
            Menjadi
“Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh Setiap Orang dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan...”
Ayat 26
“...atau karena perbuatan Orang yang menimbulkan perubahan fisik dan/atau hayati pesisir...”
            Menjadi
“...atau karena perbuatan Setiap Orang yang menimbulkan perubahan fisik dan/atau hayati pesisir...”
Ayat 27A
Ayat ini merupakan sisipan atau tambahan antara ayat 27 dengan ayat 28. Ayat 27A membahas mengenai Dampak perubahan yang mempengaruhi kondisi biofisik seperti perubahan iklim, ekosistem, dan dampak sosial ekonomi masyarakat.
Ayat 28
“...akibat adanya kegiatan Orang sehingga kualitas pesisir turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan pesisir tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya.”
            Menjadi
“...akibat adanya kegiatan Setiap Orang sehingga kualitas pesisir turun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan Pesisir tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya.”
Ayat 29
“...meliputi penilaian, penghargaan, dan insentif terhadap program-program pengelolaan yang dilakukan oleh masyarakat secara sukarela.”
            Menjadi
“...meliputi penilaian, penghargaan, dan insentif terhadap program pengelolaan yang dilakukan oleh Masyarakat secara sukarela.”
Ayat 30
“...dalam mengoptimalkan pemanfaatan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, seperti nelayan tradisional, nelayan modern, pembudidaya ikan, pengusaha, pariwisata, pengusaha perikanan, dan Masyarakat Pesisir,”
            Menjadi
“...dalam mengoptimalkan pemanfaatan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, seperti nelayan tradisional, nelayan modern, pembudidaya ikan, pengusaha perikanan, dan Masyarakat.”
Ayat 31
Pemberdayaan Masyarakat adalah upaya pemberian fasilitas, dorongan atau bantuan kepada Masyarakat pesisir agar mampu menentukan pilihan yang terbaik dalam memanfaatkan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil secara lestari.”
            Menjadi
“Pemberdayaan Masyarakat adalah upaya pemberian fasilitas, dorongan, atau bantuan kepada Masyarakat dan nelayan tradisional agar mampu menentukan pilihan yang terbaik dalam memanfaatkan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil secara lestari.”
Ayat 32
“Masyarakat adalah masyarakat yang terdiri dari Masyarakat Adat dan Masyarakat Lokal yang bermukim di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.”
            Menjadi
“Masyarakat adalah masyarakat yang terdiri atas Masyarakat Hukum Adat, Masyarakat Lokal, dan Masyarakat Tradisional yang bermukim di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.”
Ayat33
“Masyarakat Adat adalah kelompok Masyarakat Pesisir yang secara turun-temurun bermukim di wilayah geografis tertentu karena adanya ikatan pada asal-usul leluhur, adanya hubungan yang kuat dengan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, serta adanya sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial, dan hukum.”
            Menjadi
“Masyarakat Hukum Adat adalah sekelompok orang yang secara turun-temurun bermukim di wilayah geografis tertentu di Negara Kesatuan Republik Indonesia karena adanya ikatan pada asal usul leluhur, hubungan yang kuat dengan tanah, wilayah, sumber daya alam, memiliki pranata pemerintahan adat, dan tatanan hukum adat di wilayah adatnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Ayat 38
“Orang adalah orang perseorangan dan/atau badan hukum.”
            Menjadi
“Setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.”
Ayat 44
“Menteri adalah Menteri yang bertanggungjawab di bidang kelautan dan perikanan.”
            Menjadi
“Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dibidang kelautan dan perikanan.”
Pasal 14
Ayat1
“Usulan Penyusunan RSWP-3-K, RZWP-3-K, RPWP-3-K, dan RAPWP-3-K dilakukan oleh Pemerintah Daerah, dan dunia usaha.”
            Menjadi
“Usulan Penyusunan RSWP-3-K, RZWP-3-K, RPWP-3-K, dan RAPWP-3-K dilakukan oleh Pemerintah Daerah, Masyarakat, dan dunia usaha.”
Ayat7
“...maka dokumen final perencanaan pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dimaksud diberlakukan secara definitif.”
            Menjadi
“...dokumen final perencanaan pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dimaksud diberlakukan secara definitif.”
Perubahan Judul Bagian Kesatuan pada Bab V
Pada UU No.27 tahun 2007
Bagian Kesatu
Hak Pengusahaan Perairan Pesisir
Pada UUNo.1 tahun 2014
Bagian Kesatu
Izin
Pasal 16
Ketentuan pada pasal 16 berubah.
Pada UU no.27 tahun 2007 pasal 16 membahas mengenai pemberian hak dalam pemanfaatan perairan pesisir yakni Hak Penguasaan Perairan Pesisir (HP-3). Sedangkan pada UU no.1 tahun 2014 membahas mengenai kewajiban memiliki izin lokasi untuk pemanfaatan ruang dari sebagian perairan pesisir dan pulau-pulau kecil.
Pasal 17
Sebelumnya pada UU no.27 tahun 2007 pasal 17 membahas mengenai ketentuan pemberian HP-3 yang harus mempertimbangkan berbagai kepentingan. Sedangkan pada UU no.1 tahun 2014 membahas mengenai ketentuan dan pertimbangan dalam pemberian izin lokasi.
Pasal 18
Pasal 18 pada UU no.27 tahun 2007 membahas tentang pihak-pihak yang berhak menerima HP-3 meliputi orang perseorangan warga negara Indonesia, badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia, dan Masyarakat Adat. Sedangkan setelah mengalami perubahan Pasal 18 menurut UU no.1 tahun 2014 menjelaskan tentang sanksi yang diterima jika tidak merealisasikan kegiatan pemanfaatan perairan pesisir dalam jangka waktu yang telah ditentukan (dua tahun).
Pasal 19
Sebelum mengalami perubahan pasal 19 membahas mengenai jangka waktu HP-3 dan perpanjangan waktu HP-3 dan setelah mengalami perubahan pasal 19 UU no.1 tahun 2014 membahas mengenai kegiatan pemanfaatan sumberdaya perairan pesisir yang harus memiliki izin pengelolaan.
Pasal 20
Pasal 20 pada UU no.27 tahun 2007 membahas tentang peralihan HP-3 dan berakhirnya HP-3. Pada UU no.1 tahun 2014 pasal 20 membahas tentang kewajiban Pemerintah dan Pemerintah untuk memfasilitasu pemberian izin lokasi maupun ijin pengelolaan kepada masyarakat.
Pasal 21
Pasal 21 pada UU no.27 tahun 2007 terdiri dari 6 ayat yang secara umum membahas tentang Persyaratan pemberian HP-3 yang meliputi syarat teknis, administratif, dan operasional. Setelah mengalami perubahan pasal 21 menjadi 2 ayat yang membahas tentang pemanfaatan ruang dan sumber daya perairan pesisir dan perairan pulau-pulau kecil oleh masyarakat hukum adat.
Pasal 22
Pada UU no.27 tahun 2007 pasal 22 membahas tentang bagian-bagian perairan pesisir yang tidak bolah diberi HP-3. Setelah ketentuan pasal 22 diubah, pasal 22 terdiri atas 2 ayat yang membahas pengecualian Masyarakat Hukum Adat untuk memiliki izin pemanfaatan karena untuk masyarakat hukum adat pengakuannya ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 22A
Sisipan antara pasal 22 dan pasal 23 yang menjelaskan mengenai pihak-pihak yang menerima izin lokasi dan ijin pengelolaan.
Bunyinya :” Izin Lokasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 ayat (1) dan Izin Pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) diberikan kepada:
a.       Orang perseorangan warga negara Indonesia
b.      Korporasi yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia; atau
c.       Koperasi yang dibentuk oleh masyarakat.
Pasal 22B
Bunyinya : “Orang perseorangan warga Negara Indonesia atau korporasi yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan koperasi yang dibentuk oleh Masyarakat yang mengajukan Izin pengelolaan harus memenuhi syarat teknis, administratif, dan operasional.”
Pasal 22C
Bunyinya : “Ketentuan lebih lanjut mengenail syarat, tata cara, pemberian, pencabutanjangka waktu, luasan, dan berakhirnya izin lokasi dan izin pengelolaan diatur dengan Peraturan pemerintah.”
Pasal 23
Sebelumnya pasal 23 pada UU no.27 tahun 2007 terdiri atas 7 ayat namun setelah mengalami perubahan ada 4 ayat (ayat ke 4,5,6,7) yang diubah. Perubahan Pasal 23 tersebut dapat dilihat sebagai berikut:
Ayat 1
Tidak mengalami perubahan
Ayat 2
“Pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya diprioritaskan untuk salah satu atau lebih kepentingan berikut:
a.         Konservasi;
b.        Pendidikan dan pelatihan;
c.         Penelitian dan pengembangan;
d.        ...”
            Menjadi
“Pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya diprioritaskan untuk kepentingan sebagai berikut:
a.         Konservasi;
b.        Pendidikan dan pelatihan;
c.         Penelitian dan pengembangan;
d.        ...”
Ayat 3
“kecuali untuk tujuan konservasi, pendidikan dan penelitian, serta penelitian dan pengembangan, pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan Perairan di sekitarnya wajib:
a.         Memenuhi persyaratan pengelolaan lingkungan;
Memperhatikan kemampuan sistem tata air setempat, serta
b.        Menggunakan teknologi yang ramah lingkungan.
Menjadi
“kecuali untuk tujuan konservasi, pendidikan dan penelitian serta penelitian dan pengembangan, pemanfaatan pulau-pulau kecil dan Perairan di sekitarnya wajib:
a.         Memenuhi persyaratan pengelolaan lingkungan;
b.        Memperhatikan kemampuan dan kelestarian sistem tata air setempat, dan
c.         Menggunakan teknologi yang ramah lingkungan.
Pasal 26A
Di antara Pasal 26 dan Pasal 27 disisipkan i (satu) pasal, yakni Pasal 26A yang berisi mengenai penanaman modal asing dalam pemanfaatan pulau-pulai kecil dan perairan disekitarnya harus mendapat izin Menteri dan mengutamakan kepentingan nasional serta harus memenuhi persyaratan.
Pasal 30
Sebelumnya pasal 30 hanya membahas perubahan status zona inti yang dilakukan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah. Setelah mengalamai perubahan Pasal 30 membahas tata cara perubahan peruntukan dan fungsi zona inti oleh Menteri.
“Perubahan status Zona inti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 untuk kegiatan eksploitasi yang dapat menimbulkan dampak besar dilakukan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan memperhatikan pertimbangan DPR.”
            Menjadi
“(1) perubahan peruntukan dan fungsi zona inti pada kawasan konservasi untuk eksploitasi ditetapkan oleh Menteri dengan didasarkan pada hasil penelitian terpadu.
(2) Menteri membentuk Tim untuk melakukan penelitian terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas  unsur-unsur kementerian dan lembaga terkait, tokoh masyarakat, akademisi, serta praktisi perikanan dan kelautan.
(3) perubahan peruntukan dan fungsi zona inti sebgaimana dimaksud pada ayat (1) yang berdampak penting dan cakupan yang luas serta bernilai strategis, ditetapkan oleh Menteri dengan persetujuan DPR.
(4) Tata cara perubahan peruntukan dan fungsi zona inti sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.”
Pasal 50
Pada Pasal 50 UU no.27 tahun 2007 membahas mengenai kewenangan Menteri, Gubernur, dan Bupati/Walikota memberikan HP-3 di wilayah perairan Pesisir. Setelah mengalami perubahan Pasal  50 menjelaskan bahwa kewenanga Menteri, Gubernur, dan Bupati/walikota tidak hanya memberikan izin lokasi dan izin pengelolaan melainkan juga mencabut izin lokasi dan izin pengelolaan di wilayah perairan pesisir dan pulau-pulau kecil.
Pasal 51
Pada Pasal 51 ini sebelum dan setelah mengalami perubahan sama-sama membahas secara rinci kewenangan Menteri. Namun pada Pasal 51 UU no.1 tahun 2014, Undang-undang lebih memberikan kewenangan dan tanggung jawab yang memadai kepada Menteri dalam mengelola wilayah perairan pesisir dan pulau-pulau kecil.
Pasal 51ayat 1  UU no.27 tahun 2007, Menteri berwenang menetapkan:
a.         HP-3 di Kawasan Startegi Nasional Wilayah Tertentu
b.  Dokumen UU yang dianalisisIjin pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil yang menimbulkan danpak besar terhadap perubahan lingkungan, dan
c.         Perubahan status zona inti pada kawasan Konservasi Perairan nasional.
Pasal 51 ayat 1 UU no.1 tahun 2014, Menteri berwenang menetapkan:
a.     Menerbitkan dan mencabut izin memanfaatkan pulau-pulau kecil dan pemanfaatan perairan di sekitarnya yang menimbulkan Dampak penting dan Cakupan yang Luas serta Bernilai Stategis terhadap perubahan lingkungan, dan
b.        Menetapkan perubahan status zona inti pada Kawasan Konservasi Nasional.
Pasal 60
Ada beberapa perubahan pada Pasal 60 yang terletak poin (a), (b), (c), dan (i) serta tambahan poin pada ayat 1 (satu) menjadi ayat 1 ( a-l)
“a...yang telah ditetapkan HP-3.”
Menjadi
“a. memperoleh akses terhadap bagian perairan Pesisir yang sudah diberi Izin lokasi dan Izin pengelolaan.”
“b. memperoleh kompensasi karena hilangnyaakses terhadap Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang menjadi lapangan kerja untuk memenuhi kebutuhan akibat pemberian HP-3 sesuai dengan peraturan perundang-undangan;”
Poin (b) diatas dihilangkan dan diganti poin (b) dan (c) pada pasal 60 UU no.1 tahun 2014
“b. Mengusulkan wilayah penangkapan ikan secara tradisional ke dalam RZWP-3-K;”
“c. Menusulkan wilayah Masyarakat Hukum Adat ke dalam RZWP-3-K;”
“i. Melaporkan kepada penegak hukum atas pencemaran dan/atau perusakan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang merugikan kehidupannya;serta”
            Menjadi
“i. Melaporkan kepada penegak hukum akibat dugaan pencemaran, pencemaran, dan/atau perusakan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang merugikan kehidupannya;”
            Tambahan point pada ayat 1 (satu)
“l. Mendapat pendampingan dan bantuan hukum terhadap permasalahn yang dihadapi dalam pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Pasal 63
Ayat 2
“Pemerintah wajib mendorong kegiatan usaha Masyarakat melalui berbagai kegiatan di bidang Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang berdaya guna dan berhasil guna.”
            Menjadi
“Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban mendorong kegiatan usaha Masyarakat melalui peningkatan kapasitas, pemberian akses teknologi dan informasi, permodalan, infrastruktur, jaminan pasar, dan aset ekonomi produktif lainnya.”
Ayat 3
Pada ayat 3 terdapat perbaikan kalimat pada poin (g)
“g. Penyediaan dan penyebarluasan informasi lingkungan; serta”
            Menjadi
“g. Penyediaan dan penyebarluasan informasi lingkungan; dan
Pasal 71
Pasal 71 UU no.27 tahun 2007 membahas mengenai sanksi administratif yang diberikan apabila terjadi pelanggaran dalam HP-3. Sedangkan pasal 71 UU no.27 tahun 2014 membahas mengenai sanksi administrasi yang diberikan jika terjadi pelanggaran dalam pemanfaatan ruang dari sebagian perairan pesisir dan pemanfaatan sebagian pulau-pulau kecil yang tidak sesuai dengan Izin Lokasi dan Izin Pengelolaan. Perubahan pada Pasal 71 didasarkan perubahan yang dilakukan pada Pasal 16 dan Pasal 19.
Pasal 75
Pada Pasal 75 UU no.27 tahun 2007 menjelaskan bahwa jika setiap orang melakukan kelalaiannya yang dimaksud pada Pasal 21 ayat (1) dan ayat (4) maka akan dipidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan dan denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).  Sedangkan Pasal 75 UU no.1 tahun 2014 menjelaskan bahwa pemanfaatan ruang dari sebagian Perairan Pesisir dan sebagian pulau-pulau kecil yang tidak memiliki izin lokasi akan dipidana paling lam 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
Pasal 75A
Pasal 75A menjelaskan bahwa setiap orang yang memanfaatkan sumber daya perairan pesisir dan perairan pulau-pulau kecil  tanpa izin pengelolaan akan dipidana kurangan paling lam 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
Pasal 78A
Pasal 78A merupakan pasal tambahan yang berbunyi:
“ kawasan konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang telah ditetapkan melalui peraturan perundang-undangan sebelum undang-undang ini berlaku adalah menjadi kewenangan menteri”
Pasal 78B
Pasal 78A merupakan pasal tambahan yang berbunyi:
“Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, izin untuk memanfaatkan sumber daya perairan pesisir dan perairan pulau-pulau kecil yang telah ada tetap berlaku dan wajib menyesuaikan dengan undang-undang ini dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) tahun.

Analisis Perubahan UU No.27 Tahun 2007 ke UU No.1 Tahun 2014
Menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sehingga dalam pemanfaatannya harus diatur dengan jelas dalam perundang-undangan supaya kekayaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dapat dikmati di masa sekarang dan masa mendatang.
Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang mengatur tentang wilayah perairan pesisir dan pulau-pulau kecil adalah Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007. Undang-undang ini secara garis besar membahas tentang Wilayah Perairan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil meliputi sumber daya hayati, sumber daya nonhayati, sumber daya buatan, dan jasa-jasa lingkungan. Namun pada Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau kecil belum memberikan kewenangan dan tanggung jawab kepada negara secara memadai atas Pengelolaan Perairan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sehingga ada beberapa pasal yang perlu disempurnakan sesuai dengan kebutuhan hukum yang ada dimasyarakat. Perubahan pasal-pasal tersebut kemudian disahkan dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014. Pada UU no.1 tahun 2014 negara mempunyai wewenang dan tanggungjawab yang lebih memadai. Hal ini dapat dilihat dari beberapa pasal yang mengalami perubahan contohnya pasal 51 yang membahas tentang kewenangan Menteri. Berikut perubahannya:
Pasal 51 ayat 1UU no.27 tahun 2007, Menteri berwenang menetapkan:
a.         HP-3 di Kawasan Startegi Nasional Wilayah Tertentu
b.  Ijin pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil yang menimbulkan danpak besar terhadap perubahan lingkungan, dan
c.         Perubahan status zona inti pada kawasan Konservasi Perairan nasional.
Pasal 51 ayat 1 UU no.1 tahun 2014, Menteri berwenang menetapkan:
a.     Menerbitkan dan mencabut izin memanfaatkan pulau-pulau kecil dan pemanfaatan perairan di sekitarnya yang menimbulkan Dampak penting dan Cakupan yang Luas serta Bernilai Stategis terhadap perubahan lingkungan, dan
b.        Menetapkan perubahan status zona inti pada Kawasan Konservasi Nasional.
Selain perubahan isi pasal, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 merupakan hasil penyempurnaan kalimat pada beberapa pasal di Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007. Beberapa contoh hasil penyempurnaan:
Pasal 1 Ayat 17
“...dengan memperhatikan daya dukung lingkungan dan teknologi yang dapat diterapkan...”
            Menjadi
“...yang dapat disusun oleh Pemerintah Daerah dengan memperhatikan daya dukung lingkungan dan teknologi yang dapat diterapkan...”
Pasal 14 Ayat7
“...maka dokumen final perencanaan pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dimaksud diberlakukan secara definitif.”
            Menjadi
“...dokumen final perencanaan pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dimaksud diberlakukan secara definitif.”
Pasal 63
Ayat 2
“Pemerintah wajib mendorong kegiatan usaha Masyarakat melalui berbagai kegiatan di bidang Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang berdaya guna dan berhasil guna.”
            Menjadi

“Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban mendorong kegiatan usaha Masyarakat melalui peningkatan kapasitas, pemberian akses teknologi dan informasi, permodalan, infrastruktur, jaminan pasar, dan aset ekonomi produktif lainnya.”

Semoga tulisan ini bermanfaat bagi para pembaca. jika ada kesalahan ataupun kekeliruan mohon maaf dan saya mengharapkan kritik dan saran membangun dari para pembaca. Terima Kasih


Sumber :
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar