Pada kesempatan kali ini saya akan
membahas mengenai perubahan UU no.27 tahun 2007 ke UU No.1 tahun 2014 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Berikut pasal-pasal pada UU
no.27 tahun 2007 yang telah diubah :
Pasal
1
Ayat 1
“...suatu proses perencanaan,
pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil antarsektor, antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah, antara ekosistem
darat-laut, serta antara ilmu pengetahuan dan manajemen meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.”
Menjadi
“...suatu pengoordinasian perencanaan, pemanfaatan, Pengawasan, dan
pengendalian sumberdaya pesisir dan
pulau-pulau kecil yang dilakukan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah,
anatarsektor, antara ekosistem darat dan
laut, serta antara ilmu pengetahuan dan manajemen untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat.”
Ayat 17
“...dengan memperhatikan daya dukung
lingkungan dan teknologi yang dapat diterapkan...”
Menjadi
“...yang
dapat disusun oleh Pemerintah Daerah dengan memperhatikan daya dukung
lingkungan dan teknologi yang dapat diterapkan...”
Ayat 18
Pada pasal 1 ayat 18 UU no.27 tahun 2007
membahas mengenai Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP-3). Secara garis besar
HP-3 adalah hak atas bagian-bagian tertentu dari perairan pesisir untuk
diusahakan baik usaha kelautan dan perikanan serta usaha lain yang berkaitan
dengan pemanfaatan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil.
Pasal
1 ayat 18 pada UU no.1 tahun 2014 mengalami perubahan yakni membahas mengenai
perizinan lokasi untuk pemanfaatan ruang dari sebagian perairan pesisir.
Ayat 18A
Ayat 18A merupakan sisipanantara ayat 18
dan ayat 19 yang menjelaskan perizinan Pengelolaan. Bunyi Pasal 1 ayat 18A yakni
“Izin Pengelolaan adalah izin yang diberikan untuk melakukan kegiatan
pemanfaatan sumber daya perairan pesisir dan perairan pulau-pulau kecil.”
Ayat 19
“Konservasi Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil adalah upaya perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta ekosistemnya untuk menjamin
keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan
keanekaragamannya.”
Menjadi
“Konservasi Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil adalah upaya pelindungan,
pelestarian, dan pemanfaatan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta
ekosistemnya untuk menjamin keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungan Sumber
Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dengan tetap memelihara dan meningkatkan
kualitas nilai dan keanekaragamannya.”
Ayat 23
“Reklamasi adalah kegiatan yang
dilakukan oleh Orang dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan...”
Menjadi
“Reklamasi adalah kegiatan yang
dilakukan oleh Setiap Orang dalam
rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan...”
Ayat 26
“...atau karena perbuatan Orang yang
menimbulkan perubahan fisik dan/atau hayati pesisir...”
Menjadi
“...atau karena perbuatan Setiap Orang yang menimbulkan perubahan
fisik dan/atau hayati pesisir...”
Ayat 27A
Ayat ini merupakan sisipan atau tambahan
antara ayat 27 dengan ayat 28. Ayat 27A membahas mengenai Dampak perubahan yang
mempengaruhi kondisi biofisik seperti perubahan iklim, ekosistem, dan dampak
sosial ekonomi masyarakat.
Ayat 28
“...akibat adanya kegiatan Orang
sehingga kualitas pesisir turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan
lingkungan pesisir tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya.”
Menjadi
“...akibat adanya kegiatan Setiap Orang sehingga kualitas pesisir
turun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan Pesisir tidak dapat
berfungsi sesuai dengan peruntukannya.”
Ayat 29
“...meliputi penilaian, penghargaan, dan
insentif terhadap program-program pengelolaan yang dilakukan oleh masyarakat
secara sukarela.”
Menjadi
“...meliputi penilaian, penghargaan, dan
insentif terhadap program pengelolaan
yang dilakukan oleh Masyarakat secara sukarela.”
Ayat 30
“...dalam mengoptimalkan pemanfaatan
Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, seperti nelayan tradisional, nelayan
modern, pembudidaya ikan, pengusaha, pariwisata, pengusaha perikanan, dan
Masyarakat Pesisir,”
Menjadi
“...dalam mengoptimalkan pemanfaatan
Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, seperti nelayan tradisional, nelayan
modern, pembudidaya ikan, pengusaha perikanan, dan Masyarakat.”
Ayat 31
Pemberdayaan Masyarakat adalah upaya
pemberian fasilitas, dorongan atau bantuan kepada Masyarakat pesisir agar mampu
menentukan pilihan yang terbaik dalam memanfaatkan Sumber Daya Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil secara lestari.”
Menjadi
“Pemberdayaan Masyarakat adalah upaya
pemberian fasilitas, dorongan, atau bantuan kepada Masyarakat dan nelayan tradisional agar mampu menentukan pilihan
yang terbaik dalam memanfaatkan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
secara lestari.”
Ayat 32
“Masyarakat adalah masyarakat yang
terdiri dari Masyarakat Adat dan Masyarakat Lokal yang bermukim di Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.”
Menjadi
“Masyarakat adalah masyarakat yang terdiri atas Masyarakat Hukum Adat,
Masyarakat Lokal, dan Masyarakat Tradisional yang bermukim di wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil.”
Ayat33
“Masyarakat Adat adalah kelompok
Masyarakat Pesisir yang secara turun-temurun bermukim di wilayah geografis
tertentu karena adanya ikatan pada asal-usul leluhur, adanya hubungan yang kuat
dengan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, serta adanya sistem nilai
yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial, dan hukum.”
Menjadi
“Masyarakat Hukum Adat adalah sekelompok orang yang secara
turun-temurun bermukim di wilayah geografis tertentu di Negara Kesatuan Republik Indonesia karena adanya ikatan pada
asal usul leluhur, hubungan yang kuat
dengan tanah, wilayah, sumber daya alam, memiliki pranata pemerintahan adat,
dan tatanan hukum adat di wilayah adatnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.”
Ayat 38
“Orang adalah orang perseorangan
dan/atau badan hukum.”
Menjadi
“Setiap
Orang adalah orang perseorangan atau korporasi, baik yang berbadan hukum maupun
yang tidak berbadan hukum.”
Ayat 44
“Menteri adalah Menteri yang
bertanggungjawab di bidang kelautan dan perikanan.”
Menjadi
“Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
dibidang kelautan dan perikanan.”
Pasal
14
Ayat1
“Usulan Penyusunan RSWP-3-K, RZWP-3-K,
RPWP-3-K, dan RAPWP-3-K dilakukan oleh Pemerintah Daerah, dan dunia usaha.”
Menjadi
“Usulan Penyusunan RSWP-3-K, RZWP-3-K,
RPWP-3-K, dan RAPWP-3-K dilakukan oleh Pemerintah Daerah, Masyarakat, dan dunia usaha.”
Ayat7
“...maka dokumen final perencanaan
pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dimaksud diberlakukan secara
definitif.”
Menjadi
“...dokumen final perencanaan
pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dimaksud diberlakukan secara
definitif.”
Perubahan
Judul Bagian Kesatuan pada Bab V
Pada UU No.27 tahun 2007
Bagian Kesatu
Hak Pengusahaan Perairan Pesisir
Pada UUNo.1 tahun 2014
Bagian Kesatu
Izin
Pasal
16
Ketentuan pada pasal 16 berubah.
Pada UU no.27 tahun 2007 pasal 16
membahas mengenai pemberian hak dalam pemanfaatan perairan pesisir yakni Hak
Penguasaan Perairan Pesisir (HP-3). Sedangkan pada UU no.1 tahun 2014 membahas
mengenai kewajiban memiliki izin lokasi untuk pemanfaatan ruang dari sebagian
perairan pesisir dan pulau-pulau kecil.
Pasal
17
Sebelumnya pada UU no.27 tahun 2007
pasal 17 membahas mengenai ketentuan pemberian HP-3 yang harus mempertimbangkan
berbagai kepentingan. Sedangkan pada UU no.1 tahun 2014 membahas mengenai
ketentuan dan pertimbangan dalam pemberian izin lokasi.
Pasal
18
Pasal 18 pada UU no.27 tahun 2007 membahas tentang pihak-pihak yang
berhak menerima HP-3 meliputi orang perseorangan warga negara Indonesia, badan
hukum yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia, dan Masyarakat Adat.
Sedangkan setelah mengalami perubahan Pasal 18 menurut UU no.1 tahun 2014
menjelaskan tentang sanksi yang diterima jika tidak merealisasikan kegiatan
pemanfaatan perairan pesisir dalam jangka waktu yang telah ditentukan (dua
tahun).
Pasal
19
Sebelum mengalami perubahan pasal 19
membahas mengenai jangka waktu HP-3 dan perpanjangan waktu HP-3 dan setelah
mengalami perubahan pasal 19 UU no.1 tahun 2014 membahas mengenai kegiatan pemanfaatan
sumberdaya perairan pesisir yang harus memiliki izin pengelolaan.
Pasal
20
Pasal 20 pada UU no.27 tahun 2007
membahas tentang peralihan HP-3 dan berakhirnya HP-3. Pada UU no.1 tahun 2014
pasal 20 membahas tentang kewajiban Pemerintah dan Pemerintah untuk
memfasilitasu pemberian izin lokasi maupun ijin pengelolaan kepada masyarakat.
Pasal
21
Pasal 21 pada UU no.27 tahun 2007
terdiri dari 6 ayat yang secara umum membahas tentang Persyaratan pemberian
HP-3 yang meliputi syarat teknis, administratif, dan operasional. Setelah
mengalami perubahan pasal 21 menjadi 2 ayat yang membahas tentang pemanfaatan
ruang dan sumber daya perairan pesisir dan perairan pulau-pulau kecil oleh
masyarakat hukum adat.
Pasal
22
Pada UU no.27 tahun 2007 pasal 22
membahas tentang bagian-bagian perairan pesisir yang tidak bolah diberi HP-3.
Setelah ketentuan pasal 22 diubah, pasal 22 terdiri atas 2 ayat yang membahas
pengecualian Masyarakat Hukum Adat untuk memiliki izin pemanfaatan karena untuk
masyarakat hukum adat pengakuannya ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal
22A
Sisipan antara pasal 22 dan pasal 23
yang menjelaskan mengenai pihak-pihak yang menerima izin lokasi dan ijin
pengelolaan.
Bunyinya :” Izin Lokasi sebagaimana
dimaksud dalam pasal 16 ayat (1) dan Izin Pengelolaan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19 ayat (1) diberikan kepada:
a.
Orang perseorangan warga negara
Indonesia
b.
Korporasi yang didirikan berdasarkan
hukum Indonesia; atau
c.
Koperasi yang dibentuk oleh masyarakat.
Pasal
22B
Bunyinya : “Orang perseorangan warga
Negara Indonesia atau korporasi yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan
koperasi yang dibentuk oleh Masyarakat yang mengajukan Izin pengelolaan harus
memenuhi syarat teknis, administratif, dan operasional.”
Pasal
22C
Bunyinya : “Ketentuan lebih lanjut
mengenail syarat, tata cara, pemberian, pencabutanjangka waktu, luasan, dan
berakhirnya izin lokasi dan izin pengelolaan diatur dengan Peraturan
pemerintah.”
Pasal
23
Sebelumnya pasal 23 pada UU no.27 tahun
2007 terdiri atas 7 ayat namun setelah mengalami perubahan ada 4 ayat (ayat ke
4,5,6,7) yang diubah. Perubahan Pasal 23 tersebut dapat dilihat sebagai
berikut:
Ayat 1
Tidak mengalami perubahan
Ayat 2
“Pemanfaatan pulau-pulau kecil dan
perairan di sekitarnya diprioritaskan untuk salah satu atau lebih kepentingan
berikut:
a.
Konservasi;
b.
Pendidikan dan pelatihan;
c.
Penelitian dan pengembangan;
d.
...”
Menjadi
“Pemanfaatan pulau-pulau kecil dan
perairan di sekitarnya diprioritaskan untuk kepentingan
sebagai berikut:
a.
Konservasi;
b.
Pendidikan dan pelatihan;
c.
Penelitian dan pengembangan;
d.
...”
Ayat 3
“kecuali untuk tujuan konservasi,
pendidikan dan penelitian, serta penelitian dan pengembangan, pemanfaatan
Pulau-Pulau Kecil dan Perairan di sekitarnya wajib:
a.
Memenuhi persyaratan pengelolaan
lingkungan;
Memperhatikan kemampuan sistem tata
air setempat, serta
b.
Menggunakan teknologi yang ramah
lingkungan.
Menjadi
“kecuali untuk tujuan konservasi,
pendidikan dan penelitian serta penelitian dan pengembangan, pemanfaatan pulau-pulau
kecil dan Perairan di sekitarnya wajib:
a.
Memenuhi persyaratan pengelolaan
lingkungan;
b.
Memperhatikan
kemampuan dan kelestarian sistem tata air setempat, dan
c.
Menggunakan teknologi yang ramah
lingkungan.
Pasal
26A
Di antara Pasal 26 dan Pasal 27 disisipkan
i (satu) pasal, yakni Pasal 26A yang berisi mengenai penanaman modal asing
dalam pemanfaatan pulau-pulai kecil dan perairan disekitarnya harus mendapat
izin Menteri dan mengutamakan kepentingan nasional serta harus memenuhi
persyaratan.
Pasal
30
Sebelumnya pasal 30 hanya membahas
perubahan status zona inti yang dilakukan oleh Pemerintah atau Pemerintah
Daerah. Setelah mengalamai perubahan Pasal 30 membahas tata cara perubahan
peruntukan dan fungsi zona inti oleh Menteri.
“Perubahan status Zona inti sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 29 untuk kegiatan eksploitasi yang dapat menimbulkan
dampak besar dilakukan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan
memperhatikan pertimbangan DPR.”
Menjadi
“(1) perubahan peruntukan dan fungsi
zona inti pada kawasan konservasi untuk eksploitasi ditetapkan oleh Menteri
dengan didasarkan pada hasil penelitian terpadu.
(2) Menteri membentuk Tim untuk
melakukan penelitian terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
atas unsur-unsur kementerian dan lembaga
terkait, tokoh masyarakat, akademisi, serta praktisi perikanan dan kelautan.
(3) perubahan peruntukan dan fungsi zona
inti sebgaimana dimaksud pada ayat (1) yang berdampak penting dan cakupan yang
luas serta bernilai strategis, ditetapkan oleh Menteri dengan persetujuan DPR.
(4) Tata cara perubahan peruntukan dan
fungsi zona inti sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)
diatur dengan Peraturan Menteri.”
Pasal
50
Pada Pasal 50 UU no.27 tahun 2007
membahas mengenai kewenangan Menteri, Gubernur, dan Bupati/Walikota memberikan
HP-3 di wilayah perairan Pesisir. Setelah mengalami perubahan Pasal 50 menjelaskan bahwa kewenanga Menteri,
Gubernur, dan Bupati/walikota tidak hanya memberikan izin lokasi dan izin pengelolaan
melainkan juga mencabut izin lokasi dan izin pengelolaan di wilayah perairan
pesisir dan pulau-pulau kecil.
Pasal
51
Pada Pasal 51 ini sebelum dan setelah
mengalami perubahan sama-sama membahas secara rinci kewenangan Menteri. Namun pada
Pasal 51 UU no.1 tahun 2014, Undang-undang lebih memberikan kewenangan dan
tanggung jawab yang memadai kepada Menteri dalam mengelola wilayah perairan
pesisir dan pulau-pulau kecil.
Pasal 51ayat 1 UU no.27 tahun 2007, Menteri berwenang
menetapkan:
a.
HP-3 di Kawasan Startegi Nasional
Wilayah Tertentu
b. Dokumen UU yang dianalisisIjin pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil yang
menimbulkan danpak besar terhadap perubahan lingkungan, dan
c.
Perubahan status zona inti pada kawasan
Konservasi Perairan nasional.
Pasal 51 ayat 1
UU no.1 tahun 2014, Menteri berwenang menetapkan:
a. Menerbitkan dan mencabut izin
memanfaatkan pulau-pulau kecil dan pemanfaatan perairan di sekitarnya yang
menimbulkan Dampak penting dan Cakupan yang Luas serta Bernilai Stategis
terhadap perubahan lingkungan, dan
b.
Menetapkan perubahan status zona inti
pada Kawasan Konservasi Nasional.
Pasal
60
Ada beberapa perubahan pada Pasal 60
yang terletak poin (a), (b), (c), dan (i) serta tambahan poin pada ayat 1
(satu) menjadi ayat 1 ( a-l)
“a...yang telah
ditetapkan HP-3.”
Menjadi
“a. memperoleh akses terhadap bagian perairan Pesisir
yang sudah diberi Izin lokasi dan Izin pengelolaan.”
“b. memperoleh
kompensasi karena hilangnyaakses terhadap Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil yang menjadi lapangan kerja untuk memenuhi kebutuhan akibat pemberian
HP-3 sesuai dengan peraturan perundang-undangan;”
Poin (b) diatas
dihilangkan dan diganti poin (b) dan (c) pada pasal 60 UU no.1 tahun 2014
“b.
Mengusulkan wilayah penangkapan ikan secara tradisional ke dalam RZWP-3-K;”
“c.
Menusulkan wilayah Masyarakat Hukum Adat ke dalam RZWP-3-K;”
“i. Melaporkan
kepada penegak hukum atas pencemaran dan/atau perusakan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil yang merugikan kehidupannya;serta”
Menjadi
“i. Melaporkan
kepada penegak hukum akibat dugaan
pencemaran, pencemaran, dan/atau perusakan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil yang merugikan kehidupannya;”
Tambahan point pada ayat 1 (satu)
“l.
Mendapat pendampingan dan bantuan hukum terhadap permasalahn yang dihadapi
dalam pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.”
Pasal
63
Ayat 2
“Pemerintah
wajib mendorong kegiatan usaha Masyarakat melalui berbagai kegiatan di bidang
Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang berdaya guna dan
berhasil guna.”
Menjadi
“Pemerintah
dan Pemerintah Daerah berkewajiban mendorong kegiatan usaha Masyarakat melalui
peningkatan kapasitas, pemberian akses teknologi dan informasi, permodalan,
infrastruktur, jaminan pasar, dan aset ekonomi produktif lainnya.”
Ayat 3
Pada ayat 3
terdapat perbaikan kalimat pada poin (g)
“g. Penyediaan
dan penyebarluasan informasi lingkungan; serta”
Menjadi
“g. Penyediaan
dan penyebarluasan informasi lingkungan;
dan”
Pasal
71
Pasal 71 UU
no.27 tahun 2007 membahas mengenai sanksi administratif yang diberikan apabila
terjadi pelanggaran dalam HP-3. Sedangkan pasal 71 UU no.27 tahun 2014 membahas
mengenai sanksi administrasi yang diberikan jika terjadi pelanggaran dalam
pemanfaatan ruang dari sebagian perairan pesisir dan pemanfaatan sebagian
pulau-pulau kecil yang tidak sesuai dengan Izin Lokasi dan Izin Pengelolaan.
Perubahan pada Pasal 71 didasarkan perubahan yang dilakukan pada Pasal 16 dan
Pasal 19.
Pasal
75
Pada Pasal 75 UU
no.27 tahun 2007 menjelaskan bahwa jika setiap orang melakukan kelalaiannya
yang dimaksud pada Pasal 21 ayat (1) dan ayat (4) maka akan dipidana kurungan
paling lama 6 (enam) bulan dan denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus
juta rupiah). Sedangkan Pasal 75 UU no.1
tahun 2014 menjelaskan bahwa pemanfaatan ruang dari sebagian Perairan Pesisir
dan sebagian pulau-pulau kecil yang tidak memiliki izin lokasi akan dipidana
paling lam 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah)
Pasal
75A
Pasal 75A
menjelaskan bahwa setiap orang yang memanfaatkan sumber daya perairan pesisir
dan perairan pulau-pulau kecil tanpa
izin pengelolaan akan dipidana kurangan paling lam 4 (empat) tahun dan denda
paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
Pasal
78A
Pasal 78A
merupakan pasal tambahan yang berbunyi:
“ kawasan
konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang telah ditetapkan
melalui peraturan perundang-undangan sebelum undang-undang ini berlaku adalah
menjadi kewenangan menteri”
Pasal
78B
Pasal 78A
merupakan pasal tambahan yang berbunyi:
“Pada saat
Undang-Undang ini mulai berlaku, izin untuk memanfaatkan sumber daya perairan
pesisir dan perairan pulau-pulau kecil yang telah ada tetap berlaku dan wajib
menyesuaikan dengan undang-undang ini dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga)
tahun.
Analisis
Perubahan UU No.27 Tahun 2007 ke UU No.1 Tahun 2014
Menurut
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sehingga dalam pemanfaatannya harus diatur
dengan jelas dalam perundang-undangan supaya kekayaan wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil dapat dikmati di masa sekarang dan masa mendatang.
Perundang-undangan
yang berlaku di Indonesia yang mengatur tentang wilayah perairan pesisir dan
pulau-pulau kecil adalah Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007. Undang-undang ini
secara garis besar membahas tentang Wilayah Perairan Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil meliputi sumber daya hayati, sumber daya nonhayati, sumber daya buatan,
dan jasa-jasa lingkungan. Namun pada Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau kecil belum memberikan kewenangan
dan tanggung jawab kepada negara secara memadai atas Pengelolaan Perairan
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sehingga ada beberapa pasal yang perlu
disempurnakan sesuai dengan kebutuhan hukum yang ada dimasyarakat. Perubahan
pasal-pasal tersebut kemudian disahkan dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014.
Pada UU no.1 tahun 2014 negara mempunyai wewenang dan tanggungjawab yang lebih
memadai. Hal ini dapat dilihat dari beberapa pasal yang mengalami perubahan
contohnya pasal 51 yang membahas tentang kewenangan Menteri. Berikut
perubahannya:
Pasal 51 ayat 1UU no.27 tahun 2007,
Menteri berwenang menetapkan:
a.
HP-3 di Kawasan Startegi Nasional
Wilayah Tertentu
b. Ijin pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil yang
menimbulkan danpak besar terhadap perubahan lingkungan, dan
c.
Perubahan status zona inti pada kawasan
Konservasi Perairan nasional.
Pasal 51 ayat 1
UU no.1 tahun 2014, Menteri berwenang menetapkan:
a. Menerbitkan dan mencabut izin
memanfaatkan pulau-pulau kecil dan pemanfaatan perairan di sekitarnya yang
menimbulkan Dampak penting dan Cakupan yang Luas serta Bernilai Stategis
terhadap perubahan lingkungan, dan
b.
Menetapkan perubahan status zona inti
pada Kawasan Konservasi Nasional.
Selain
perubahan isi pasal, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 merupakan hasil
penyempurnaan kalimat pada beberapa pasal di Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007.
Beberapa contoh hasil penyempurnaan:
Pasal
1 Ayat 17
“...dengan memperhatikan daya dukung
lingkungan dan teknologi yang dapat diterapkan...”
Menjadi
“...yang
dapat disusun oleh Pemerintah Daerah dengan memperhatikan daya dukung
lingkungan dan teknologi yang dapat diterapkan...”
Pasal
14 Ayat7
“...maka dokumen final perencanaan
pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dimaksud diberlakukan secara
definitif.”
Menjadi
“...dokumen final perencanaan
pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dimaksud diberlakukan secara
definitif.”
Pasal
63
Ayat 2
“Pemerintah
wajib mendorong kegiatan usaha Masyarakat melalui berbagai kegiatan di bidang
Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang berdaya guna dan
berhasil guna.”
Menjadi
“Pemerintah
dan Pemerintah Daerah berkewajiban mendorong kegiatan usaha Masyarakat melalui
peningkatan kapasitas, pemberian akses teknologi dan informasi, permodalan,
infrastruktur, jaminan pasar, dan aset ekonomi produktif lainnya.”
Sumber :
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi para pembaca. jika ada kesalahan ataupun kekeliruan mohon maaf dan saya mengharapkan kritik dan saran membangun dari para pembaca. Terima Kasih
Sumber :
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar