Jumat, 20 Maret 2015

Mangrove Indonesia bagi Mitigasi Perubahan Iklim Dunia

Indonesia merupakan negara yang memiliki hutan Mangrove terbesar di dunia yaitu seluas 3,1 juta hektar atau sebesar 20 persen dari luas Mangrove global. Namun angka tersebut mengalami penurunan dibandingkan tahun 1980 yang luasnya mencapai 4,2 juat hektar. Penurunan ini terjadi karena terjadi tumpang tindih kewenangan antara Kementerian Kehutanan dan kementrian Kelautan dan Perikanan. Hal ini terjadi karena menurut UU kehutanan, kehutanan merupakan ekosistem yang didominasi oleh pepohonan. Sedangkan menurut UU Pengelolaan Wilayah Pesisir, Mangrove termasuk wilayah peralihan antara daratan dan lautan.
Berkurangnya luas hutan Mangrove di Indonesia sangat memprihatinkan sebab berperan penting bagi ekonomi dan ekologi. Mangrove berfungsi sebagai pemijah (Spawning ground) dan daerah pembesaran (nursery ground) bagi ikan, udang, kerang-kerangan, kepiting, dan spesies ekonomis penting lainnya. Selain itu Mangrove juga berfungsi sebagai pelindung alami pesisir masyarakat pesisir pantai dan mitigasi bencana perubahan iklim.
Kehilangan hutan Mangrove membuat emisi karbon yang dihasilkan dari sektor perindustrian, peternakan, maupun sektor lainnya akan meningkatkan secara signifikan. Emisi karbon yang meningkat secara signifikan menyebabkan semakin tingginya suhu bumi yang berdampak pada perubahan iklim. Perubahan iklim akan membuat kualitas ekosistem daratan buruk. Kualitas daratan yang buruk akan mempengaruhi kualitas ekosistem laut. Pada permasalahan ini Mangruve berada pada posisi sentral yang menghubungkan kedua ekosistem tersebut. Oleh karena itu perlu adanya upaya konservasi ekosistem Mangrove.
Konservasi diperlukan sebagai salah satu upaya untuk mengurangi emisi karbon sebab Mangrove berperan penting dalam penyerapan emisi karbon. Penyerapan karbon bukan pada pohonnya (above-ground) melainkan pada sedimennya (below-ground). Sedimen Mangrove mampu menyimpan karbon mencapai 80 persen. Simpanan karbon pada Mangrove ini lebih besar dibandingkan dengan hutan hujan tropis per satuan luasan. Upaya konservasi ini akan memberikan keuntungan ekologis dan ekonomis bagi Indonesia. Keuntungan ekonomisnya melalui mekanisme global mitigasi perubahan iklim yang dikenal dengan pasar karbon. Secara umum pasar karbon dikenal 2 jenis yakni pasar karbon wajib (compliance market) dan pasra karbon sukarela (voluntary carbon market). Protokol Kyoto memungkinkan terjadinya kerjasama antar negara maju dan berkembang dalam mengurangi gas rumah kaca. Hal ini memungkinkan melakukan kerja sama dengan negara maju melalui mekanisme Clean Development Mechanism (CDM). Secara ekologis pengelolaan hutan mangrove akan mempererat hubungan antara Indonesia dengan negara-negara lain di dunia karena beberapa hutan bakau di Indonesia merupakan tempat persinggahan burung-burung yang terbang bermigrasi dai berbagai negara.
Ekosistem mangrove yang pada awalnya dipandang sebelah mata oleh sebagian pihak sebenarnya memberikan manfaat tang luar biasa bagi bangsa Indonesia terutama dalam bidang ekonomi dan ekologi. Oleh karena itu kita sebagai generasi penerus harus sadar bahwa ekosistem laut juga perlu dilestarikan dan dijaga sebab jika kita hanya mengandalkan sumber daya yang dihasilkan dari darat saja maka tidak akan terjadi keseimbangan antara ekosistem laut dan ekosistem darat.

Smber :
Saputra, Adi.2013. Mengenal Hutan Bakau. Akses tanggal 20 Maret 2015 pukul 17.45 http://www.satwa.net/213/mengenal-hutan-bakau.html
Megawanto, Rony.2014. Blue Carbon, SBY dan Komitmen Jokowi. Tanggal akses 20 Maret 2015 Pukul 19.07 http://www.mongabay.co.id/tag/blue-carbon/
http://www.pemanasanglobal.net/faq/apa-penyebab-utama-pemanasan-global.htm


Tidak ada komentar:

Posting Komentar