Minggu, 06 Desember 2015

Penyelesaian Batas Wilayah Maritim Indonesia Dengan Negara Tetangga

Sampai saat ini batas wilayah Indonesia dengan 10 negara tetangga yang meliputi Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand, Vietnam, Papua Nugini, Australia, India, Palau, dan Timor Leste. Batas maritime harus segera diselesaikan supaya tidak terjadi lagi pelanggaran-pelanggaran wilayah akibat adanya perbedaan klaim batas wilayah maritime. Perbedaan klaim atas suatu wilayah terutama wilayah gmail.comperairan akan menyebabkan berbagai konflik antar dua atau lebih negara.
Indonesia dan Malaysia kembali mengadakan pertemuan untuk membahas upaya untuk mempercepat penyelesaian batas  maritime antar kedua negara. Pertemuan tersebut merupakan pertemuan tingkat khusus kedua negara yang bertugas untuk memberikan pertimbangan hukum dan teknis serta pertimbangan politis dalam menyelesaikan batas maritime kedua negara. Sampai saat ini Indonesia dan Malaysia masih harus menyelesaikan batas maritim di 5 (lima) segmen, yakni Laut Sulawesi, laut Tiongkok Selatan, Selat Singapura bagian Timur, Selat Malaka bagian Selatan dan Selat Malaka. Selain batas maritime Indonesia-Malaysia juga masih harus menyelesaikan lima tapal batas di Kalimantan Barat. Lima tapal batas tersebut adalah Camar Bulan, di Kabupaten Sambas, Patok D400, daerah Gunung Raya, Sei Buan, dan Batu Aum di Kabupaten Bengkayang.
Batas wilayah maritim Indonesia dengan Timur Leste dan Palau, Indonesia belum membuat kesepakatan apa pun dengan kedua negara tersebut. Meskipun demikian Indonesia dan Timor Leste sudah ada pembicaraan batas darat sedangkan untuk penentuan batas maritime dilakukan setelah batas darat selesai disepakati.
Secara garis besar perjanjian batas maritime Indonesia-Australia dibagi menjdai 3 (tiga) bagian, yaitu perjanjian perbatasan maritime tanggal 18 Mei 1971 mengenai batas landas kontinen di wilayah perairan Selatan Papua Dan Laut Arafura, perjanjian perbatasan pada tanggal 9 Oktober 1972 mengenai Batas Landas Kontinen di wilayah Laut Timor dan Laut Arafura, dan perjanjian perbatasan maritime pada tanggal 14 Maret 1997 yang meliputi Zona Ekonomi Eksklusif dan Batas Landas Kontinen Indonesia Australia dari perairan Selatan Pulau Jawa termasuk perbatasan maritim di Pulau Ashmore dan Pulau Chrismas.
Setelah 20 tahun melakukan perundingan akhirmya Indonesia dan Filipina menyepakati perbatasan Zona Ekonomi Eksklusif yang ditandatangani  di Manila pada tanggal 23 Mei 2014.  Indonesia dan Filipina memiliki perbatasan maritim diperairan sekitar Laut Sulawesi dan Samudera pasifik. Kedua negara saling berhadapan dan berdampingan sehingga penarikan garis batas ZEE tidak dapat mencapai 200 mil.

Untuk penetapan batas wilayah antara Indonesia dan Singapura kedua nagara tersebut telah melakukan perjanjian tentang penetapan garis batas laut wilayah di bagian Selat Singapura yang ditandatangani di  Jakarta 10 Mei 2014 dan perjanjian tentang penetapan garis batas laut wilayah di Segmen Timur Selat Singapura yang ditandatangani di Singapura pada tanggal 3 September 2014.

by : Imung Arta Gumeidhidta

Review paper "Peluang Menurut UNCLOS dan Hukum Positif Indonesia untuk Membuka Kembali Ekspor Pasir Laut Ke Singapura" (Purwaka, 2014)


Perekonomian Pulau Batam, Pulau Karimun, dan Pualu Bintan sebagai Kawasan Ekonomi Kusus (KEK) serta Kepulauan Riau sebagai wilayah Indonesia yang letaknya berhadapan dengan Singapura dan Malaysia harus lebih maju supaya dapat bersaing. Untuk menunjang pembangunan KEK dan Kepulauan Riau didukung dari APBD, APBN, Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Kekurangan pendanaan KEK ddan Kepulauan Riau dapat teratasi apabila Ekspor Pasir Laut ke Singapura dibuka kembali. Ada tiga alasan penghentian ekspor pasir laut, yakni belum terselesaikannya batas wilayah laut antara Indonesia dan Singapura, tidak tercapainya harga patokan ekspor pasir laut yang menyebabkan negara merugi dan terjadinya kerusakan lingkungan laut. Pemerintah Indonesia harus mengkaji alasan pemberhentian ekspor pasir laut didasarkan pada ketentuan-ketentuan UNCLOS dan hukum positif Indonesia.
Kondisi sebelum penghentian sementara kondisi perbatasan wilayah laut
Ekspor pasir laut ke Singapura mendorong Indonesia dan Singapura untuk segera menyelesaikan batas wilayah di Selat Malaka dan Selat Singapura pada tahun 1973. Hasil perundingan tersebut mempertegas country of origin dari  pasir laut. Perjanjian terkait ekspor laut membuat pelaku bisnis memiliki landasan hukum. Luas daratan yang bertambah sebagai hasil reklamasi pantai oleh Singapura mengunakan pasir laut dari Indonesia kurun waktu 32 tahun dikhawatirkan akan mengubah kedudukan garis pangkal dan memperluas wilayah laut Singapura. Sehingga kegiatan ekspor pasir laut dari Indonesia dihentikan untuk sementara waktu sampai permasalahan batas wilayah laut kedua negara terselesaikan.
Kondisi Lingkungan Laut
Penambangan pasir laut dilakukan menggunakan dredger (kapal keruk) yang tidak ramah lingkungan diduga sebagai penyebab kekeruhan air laut yang membuat sumberdaya ikan menurun dan nelayan mengalami kerugian serta pulau Nipah hilang. Apabila Pulau Nipah tenggelam maka keberadaan titik terluar garis pangkal kepulauan akan hilang. Akibatnya perairan Singapura akan bertambah luas seiring pertambahan luas daratannya.
Kondisi Bisnis Pasir Laut
Jurong Town Coorporation (Singapura) bertugas melakukan reklamasi pantai Singapura menggunakan pasir dari Indonesia. Beberapa kontraktor (Singapura) pemenang tender mengadakan kontrak pengadaan pasir laut dalam jumlah, harga, dan waktu tertentu dengan nahkoda dredger yang memenuhi syarat dari kontraktor. Dredge (asing) berlayar ke perairan Kepulauan Riau  dan nahkoda Dredger mengadakan perjanjian jual beli dengan para pemilik Kuasa Pertambangan yang memiliki ijin ekspor pasir laut dan yang melakukan pembayaran cash and carry on site. Nahkoda dredger menggunakan strategi leave it or take it dengan harga serendah-rendahnya. Hal tersebut menimbulkan persaingan tidak sehat, perijinan bisnis, penambangan pasir tidak terkendali dan harga patokan ekspor tidak terpenuhi. Indonesia sebagai pihak yang dirugikan kemudian menghentikan sementara ekspor pasir laut.
Landasan Hukum Penghentian Sementara
Pemerintah Indonesia mengeluarkan keputusan Presiden Nomor 33 tahun 2002 tentang Pengendalian dan Pengawasan Pengusahaan Pasir Laut serta membentuk Tim Pengendalian dan Pengawasan Pengusahaan Pasir Laut (TP4L). Pemerintah Indonesia tidak berhasil membuka kembali ekspor pasir laut kurun waktu 3 bulan maka ditetapkanlah Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 117/MPP/Kep/2/2003 tentang Penghentian sementara ekspor pasir laut dari seluruh wilayah Indonesia dan keputusan tersebut masih berlaku sampai sekarang.
Dampak Penghentian Sementara
Semua kontrak mengenai ekspor pasir laut dari Indonesia terhenti dan Singapura dirugikan. Pertama JTC mengenakan denda kepada para kontraktor dan kontraktor mengenakan denda terhadap para pengusaha dredger sesuai ketentuan kontrak. Kedua, para pemilik KP tidak mau membayar ganti rugi kepada dredger karena merasa tidak dirugikan dengan adanya penutupan sementara ekspor pasir laut. Ijin KP secara sendirinya berakhir jika tidak ada dredger yang membeli pasir laut. Ketiga, Pemerintah Indonesia tidak dapat dituntut atas kerugian yang dialami oleh pelaku bisnis ekspor pasir, karena penutupan sementara untuk melindungi kepentingan Negara.
Penetapan Garis Pangkal Menurut UNCLOS
Singapura melakukan perluasan daratan untuk mendukung fungsinya sebagai negara pelabuhan dan pusat industri dunia. Perubahan wilayah pantai tidak dijadikan dasar penentuan garis pangkal. Garis pangkal adalah garis yang menghubungkan titik-titik alamiah dan bukan buatan manusia serta tidak boleh menyimpang dari konfigurasi wilayah negara (pasal 5, pasal 7, dan pasal 47 UNCLOS ). Ketentuan Pasal 7 UNCLOS memberi pengecualian garis pangkal lurus dapat ditentukan dengan menghubungkan titik-titik dari fasilitas-fasilitas buatan manusia yang secara internasional diakui sebagai bagian permanen dari kegiatan kepelabuahan. Singapura sebagai negara pelabuhan menggunakan pasal 7 UNCLOS untuk menentukan gariss pangkalnya. Penentuan batas laut di bagian Barat dan Timur Selat Singapura seharusnya menggunakan garis pangkal yang sebelumnya telah digunakan untuk menentukan batas laut di bagian Tengah Selat Singapura.
Penyelesaian Batas laut Teritorial
Penyelesaian batas laut di bagian Barat dan Timur Selat Singapura tidak semudah menyelesaikan batas wilayah laut di bagian tengah Selat Singapura memerlukan perundingan antara Indonesia, Malaysia, dan Singapura. Karena ada satu titik diujung barat dan satu titik diujung timur Selat Singapura yang merupakan three junction point, yaitu titik yang menentukan penarikan batas wilayah antara ketiga negara tersebut. Permasalaham semakin rumit karena kedua negara saling mengkaitkan kepentingannya dalam penentuan batas wilayah. Perundingan penyelesaian batas wilayah kemungkinan dapat terselenggara dan terselesaikan apabila permasalahan tentang ekstradisi dan DAC sudah terselesaikan.
Peluang Pembukaan Kembali Ekspor Pasir Laut
UNCLOS dan Hukum Positif Indonesia memberikan peluang untuk dijadikan landasan hukum pembukaan kembali ekspor pasir laut dari Kepulauan Riau ke Singapura. Indonesia akan memperoleh pendapatan yang besar dengan adanya pembukaan ekspor pasir laut. Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Singapura harus memperbaiki tata niaga melalui penerapan kebijakan one gate policy untuk menyelesaikan permasalahan  ijin, mengontrol interaksi supply dan Demand, serta memonitor lalu lintas ekspor dan pembayaran hasil penjualan pasir.

Secara garis besar penghentian ekspor pasir laut dari Kepulauan Riau dikarenakan adanya kekhawatiran Pemerintah Indonesia terkait perubahan wilayah pesisir Singapura akibat hasil reklamasi pulau. Penetapan perundanga-undangan yang mengatur tentang aktivitas ekspor pasir pantai dan menjadi salah satu bukti kekhawatiran Indonesia. Padahal sudah jelas tertera pada hukum internasional (pasal 5, pasal 7, dan pasal 47 UNCLOS) garis pangkal adalah garis yang menghubungkan titik-titik alamiah dan bukan buatan manusia serta tidak boleh menyimpang dari konfigurasi wilayah negara kecuali ada kondisi-kondisi tertentu yang dimiliki negara yang bersangkutan dan diakui secara internasional. Seharusnya yang menjadi perhatian Pemerintah Indonesia adalah pengaturan kebijakan one gate policy terkait ekspor pasir laut dari seluruh wilayah Indonesia yang meliputi perijinan, control dan pengawasan terkait supply dan demand serta sustainable environment, mekanisme lalu lintas ekspor pasir laut, dan  administrasi pembayaran hasil penjualan pasir.


Layanan Pertanahan dengan Akses SMS 2409

Desa Ngadisari merupakanmerupakan salah satu desa di Probolinggo, Provinsi Jawa Timur yang berbatasan langsung dengan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Desa Ngadisari merupakan desa terakhir menuju gunung Bromo yakni terletak pada 7°56’ 30” LS dan 112° 37’  BT. Desa yang terletak di Kecamatan Sukapura ini memiliki ketinggian ± 1800 m sehingga memiliki suhu yang dingin.
Suku Tengger yang mendiami Desa Ngadisari mempunyai tradisi yang kuat. Kerukunan dan gotong royong menarik penduduk diluar Ngadisari baik domestik maupun manca negara untuk datang menikmati keindahan dan kearifan lokal masyarakat Tengger sebagai ciri khas masyarakatnya. Karena keindahan alam dan kearifan lokalnya masyarakat Desa Ngadisari sebagian besar masyarakatnya bekerja disektor Pertanian, Perkebunan dan jasa. Masyarakata Ngadisari menyadari bahwa tanah yang berada diwilayah Ngadisari tidak boleh dimiliki oleh orang luar Desa. Terkait sertipikat yang terbit di wilayah Desa Ngadisari diberikan catatan khusus bahwa sertipikat tersebut tidak bisa dialihkan kepada subjek yang domisilinya diluar Desa Ngadisari.
Proses pendaftaran tanah pemerin sekarang ini dipermudah dengan adanya reformasi birokrasi untuk menuju pemerintahan yang baik di Kantor PertanahanKabupaten Probolinggo melalui peningkatan percepatan pelayanan di bidang Pertanahan. Bentuk reformasi birokrasi tersebut ialah dengan tersedianya layanan SMS 2409, yakni suatu layanan SMS Informasi Pertanahan sebagai inovasi layanan yang memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk mengetahui perkembangan berbagai urusan tanpa harus datang ke Kantor Pertanahan untuk memperoleh informasi biaya dan penyampaian pengaduan. Layanan SMS 2409 dapat diakses dari manapun selama 24 jam dengan biaya Rp 350,00 setiap pengiriman pulsa yang secara langsung dibebankan ke pulsa pengirim.
SMS 2409 merupakan penyatuan berbagai layanan SMS yang  berkaitan dengan Pertanahan yang ada di masing-masing kantor pertanahan dengan nomor akses yang berbeda. Angka “2409” merepresentasikan tanggal dan bulan lahirnya undang-undang Pokok Agraria (UUPA) yaitu tanggal 24 bulan 09. SMS Informasi Pertanahan “2409” merupakan wujud nyata komitmen BPN R memberiksn layanan pertanahan yang cepat, murah, sederhana, pasti dan tidak KKN.untuk memperoleh informasi melalui SMS “2409”, kirim SMS ke 2409 dengan format sebagai berikut :
INFORMASI UMUM
Ketik : info
INFORMASI KODE PROPINSI
Ketik : kode <spasi> propinsi
Contoh : kode propinsi
INFORMASI STATUS BERKAS
Ketik : berkas <spasi> Nomor Berkas/Tahun <spasi> PIN
Contoh  berkas 1001/2013 2801-1234
INFORMASI BIAYA PENGUKURAN
Ketik : ukur <spasi> kode provinsi <spasi> luas tanah
Contoh : ukur 26 5000
INFORMASI BIAYA PERTAMA KALI KONVERS
ketik : konversi <spasi> kode propinsi <spasi> luas tanah
Contoh : konversi 26 1000
INFORMASI BIAYA PERTAMA KALI PENGAKUAN
ketik : pengakuan <spasi> kode propinsi <spasi> luas tanah
Contoh : pengakuan 26 1000
INFORMASI BIAYA PERTAMA KALI PEMBERIAN HAK
ketik : pemberian <spasi> kode propinsi <spasi> luas tanah
Contoh : pemberian 26 1000
INFORMASI BIAYA PERTAMA KALI PEMBERIAN HGU
ketik : hgu<spasi> kode propinsi <spasi> luas tanah
Contoh : hgu 26 1000
INFORMASI BIAYA PERALIHAN
ketik : Peralihan <spasi> luas tanah <spasi> nilai tanah
Contoh : peralihan 1000 1000000
PENGADUAN MASYARAKAT
Ketik : pengaduan#nama#no. Hp#aduan anda
Contoh : pengaduan#imung#085643798123#kapan larasita ke desa Ngadisari?

Daftar Kode Propinsi
01 : Aceh
02 : Sumatera Utara
03 : Sumatera Barat
04 : Sumatera Selatan
05 : Riau
06 : Jambi
07 : Bengkulu
08 : Lampung
09 : DKI Jakarta
10 : Jawa Barat
11 : Jawa Tengah
12 : Jawa Rimur
13: DI Yogyakarta
14 : Kalimantan Barat
15 : Kalimantan Tengah
16 : Kalimantan Timur
17 : Kalimantan Selatan
18 : Sulawesi Utara
19 : Sulawesi Tengah
20 : Sulawesi Selatan
21 : Sulawesi Tenggara
22 : Bali
23 : Nusa Tenggara Barat
24 : Nusa Tenggara Timur
25 : Maluku
26 : Papua
27 : Maluku Utara
28 : Banten
29 : Kep. Bangka Belitung
30 : Gorontalo
31 : Sulawesi Barat
32 : Kepulauam Riau
33 : Papua Barat

Kamis, 28 Mei 2015

Mengenal Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Potensi Perikanan

Sebagai negara kepulauan Indonesia mempunyai potensi yang sangat besar dalam sektor kelautan dan perikanan serta pariwisata. Untuk mengoptimalkan pemanfaatan sektor kelautan dan perikanan  Indonesia diperlukan suatu teknologi  yang sederhana namun memberikan hasil yang optimal. Salah satu teknologi yang sering digunakan untuk pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut yakni teknologi penginderaan jauh.
Teknologi Penginderaan Jauh merupaka ilmu atau seni untuk memperoleh informasi tentang objek, daerah atau gejala, dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan menngunakan alat, tanpa kontak langsung dengan objek daerah atau gejala yang akan dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1990). Pengertian lain dari Penginderaan jauh (Remote Sensing) adalah ilmu dan teknologi yang dipergunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, atau menganalisis karakteristik dari objek yang diinginkan tanpa melakukan kontak langsung dengan objek tersebut. Salah satu hasil teknologi penginderaan jauh adalah citra digital atau citra.
Citra menjadi media yang digunakan untuk penyajian fungsi intensitas cahaya f(x,y) dalam dua dimensi, f(x,y) menyatakan nilai intensitas cahaya tersebut dedangkan x menyatakan posisi baris  dan y manyatakan posisi kolom (Schalkoff, 1989). Secara sederhana citra berbentuk matrik dengan elemen terkecilnya berupa piksel. Citra penginderaan jauh selanjutnya dianalisis dengan dua cara yaitu analisis secara visual menggunakan unsur-unsur unterpretasi dan analisis secara digital menggunakan bantuan komputer. Basis data yang berisi informasi spasial dan informasi atribut hasil interpretasi dimanfaatkan untuk deteksi objek, identifikasi penutup lahan, dan pengukuran yang nantinya digunakan untuk pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Citra penginderaan jauh sangat membantu pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil terutama untuk menentukan kebijakan-kebijakan yang diterapkan dan membantu pelaksanaan program serta kegiatan optimalisasi pemanfaatan kekayaan pesisir dan laut Indonesia. Berikut beberapa kegiatan optimalisasi pemanfaatan kekayaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia dengan memanfaatkan teknologi penginderaan jauh :
1.        Pembuatan peta tematikpenutupan lahan/penggunaan lahan.
Peta perencanaan zona wilayah pengelolaan pesisir yang merupaka hasil analisis terhadap kondisi eksisting laut, pesisir, dan ruang darat dari suatu kawasan. Peta ini berisi zonasi dan positioning suatu kawasan sehingga potensi yang dimiliki dapat dimanfaatkan secara optimal. Contahnya onasi di kota Ambon yang terdiri dari Zona Bandara, Zona Air Taxy Terminal untuk pemenuhan kebutuha akan terminal transportasi, dan Zona Executive Marina, yakni zona rekreasi dan wisata air.
2.        Invetarisasi Pulau-Pulau Kecil Terluar
Sebagian besar pulau-pulau terluar Indonesia mempunyai akses yang sulit sehingga jika melakukan survei terestris akan mengalami banyak kendala dan biaya yang dibutuhkan lebih besar. Apalagi jumlah pulau-pulau terluar yang tidak sedikit. Oleh karena itu untuk keperluan inventarisasi dan pemantauan sumberdaya alam, ekosistem, dan lingkungan pulau-pulau kecil menggunakan peta citra penginderaan jauh. Data citra yang digunakan ialah citra Landsat7, SPOT-4, dan IKONOS.
3.        Inventarisasi dan Pemantauan Mangrove
Ekosistem mangrove mempunyai peran penting di kawasan pesisir terutama untuk isu masalah perubahan iklim dengan menyerap emisi karbon yang ada diudara. Pemetaan hutan mangrove dapat dilakukan dengan menggunakan data Landsat8, data Landsat MSS (Multispektral scanner), data SPOT, dan data ALOS AVNIR.
4.        Zona Potensi Tangkapan Ikan
Perairan Indonesia memiliki potensi sumber daya perikanan ikan laut yang berlimpah. Potensi tersebut dirasa urang dimanfaatkan secara optimal karena adanya kendala teknologi untuk menentukan spot-spot berkumpulnya ikan. Data penginderaan jauh sangat membantu permasalahan ini terutama dalam mengkaji parameter fisik air laut seperti temeperatur air laut, kekeruhan air laut, salinitas, konsentrasi klorofil dari organisme fitoplankton. Parameter-parameter tersebut akan membantu untuk mengetahui persebaran ikan dan jenis ikan yang ada disuatu perairan.
5.        Deteksi Parameter Geo-biofisik laut (sushu Permukaan Laut, Klorofil-a dan Tinggi Muka Laut)
Produktifitas perikanan dan mamalia dilaut suatu perairan dipengaruhi produktifitas organisme pelaku fotosintesis atau produktifitas primer. Produktifitas primer adalah laju pembentukan senyawa-senyawa organik yang kaya energi dari senyawa senyawa anorganik (Nybakken, 1992). Pada permasalahan ini data penginderaan jauh diperlukan untuk pengukuran suhu permukaan laut. informasi suhu permukaan diperoleh dari data NOAA-AVRR dan GMS. Kedua satelit tersebut memiliki sensor yang dapat mengukur suhu permukaan laut.
Data penginderaan jauh sangat penting dalam optimalisasi pemanfaatan potensi perairan Indonesia  terutama dalam sektor perikanan dan kelautan. Sektor perikanan Indonesia sekarang ini dirasa kurang memberikan kesejahteraan khususnya bagi para nelayan. sehingga dengan adanya teknologi penginderaan jauh yang ada dan komitmen pemerintah untuk memajukan sektor perikanan maka potensi yang dimiliki Indonesia memberikan manfaat yang lebih bagi warganya.

Sumber :
          Kartini, Christine Noegroho. 2010. Penginderaan Jauh. Teknik Geodesi. Universitas Gadjah Mada.Yogyakarta.
           Th Berhitu, Pieter. 2011. Pemanfaatan Citra Penginderaan Jauh untuk Pengelolaan Wilayah Pesisir Pantai Kota Ambon Sebagai Kota Pantai. Jurnal TEKNOLOGI, Volume 8 Nomor 2, 2011; 948-957
 Winarso, Gathot Dkk. 2014. Aplikasi Penginderaan Jauh untuk Mendukung Program Kemaritiman. Pusat Pemanfaatan penginderaan Jauh-LAPAN.

Jumat, 22 Mei 2015

Mengenal Potensi Pulau-Pulau Kecil Terluar Di Indonesia

Archipelagic States atau negara kepulauan merupakan suatu Negara yang seluruhnya terdiri dari satu atau lebih kepulauan dan dapat mencakup pulau-pulau lainnya. Sedangkan Menurut Pasal 46 BAB IV Negara-negara Kepulauan UNCLOS, “kepulauan” berarti suatu gugusan pulau, termasuk bagian pulau, perairan di antaranya dan lain-lain wujud alamiah yang hubungannya satu sama lainnya demikian eratnya sehingga pulau-pulau, perairan dan wujud alamiah lainnya itu merupakan suatu kesatuan geografi, ekonomi dan politik yang hakiki, atau yang secara historis dianggap sebagai demikian. Di dunia ini terdapat 193 dunia yang diakui internasional dan menjadi anggota PBB dan 45 Negara diantarannya digolongkan menjadi negara kepulauan.  
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan luas wilayah 1.904.569 Km2 dan menurut Bakosurtanal terdapat 13.466 pulau yang terdaftar dan memiliki koordinat. Negara kepulauan terbesar kedua didunia adalah Madagaskar dengan luas wilyaha 587.041 Km2 dan pada urutan ketiga adalah Papua Nugini dengan luas wilayah 462.840 Km2.
Pulau-pulau yang ada di Indonesia tidak semuanya berupa pulau besar atau pulau induk yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi namun juga terdiri dari pulau kecil. Di Indonesia dapat 92 pulau kecial terluar dimana 12 pulau berbatasan dengan laut lepas dan 80 pulau lainnya berbatasan dengan negara tetangga seperti Australia, Singapura, Malaysia, India, Thailand, Vietnam, Filipina, Palau, Papua Nugini, dan Timor Leste. Pulau kecil merupakan pulau yang memiliki luas lebih kecil atau sama dengan 2000 m2 (dua ribu meter persegi) beserta kesatuan ekosistemnya. Sedangkan pulau terluar merupakan pulau terdepan dari suatu negara yang berbatasan langsung dengan negara lain.
Sebagian besar masyarakat Indonesia cenderung bersikap pasif dengan keberadaan pulau-pulau kecil yang indah nan eksotis yang berada di baris terdepan kepulauan Indonesia. Kondisi seperti ini akan jelas terlihat pada pulau tak berpenghuni. Pulau tersebut hanya dianggap penting dalam penentuan delimitasi antar negara dan kurangnya pengelolaan yang efektif untuk kesejahteraan pulau tersebut. Apabila pulau-pulau tersebut dikembangkan sesuai potensinya maka akan memberikan dampak yang luar biasa terutama dari segi perekonomian dan keanekaragaman hayati (Biodiversitas). Langkah yang paling tepat untuk menghilangkan sikap pasif dalam mengelola pulau-pulau kecil dibaris terdepan Indonesia dengan mengetahui potensi sebenarnya yang dimiliki oleh setiap pulaunya.
Pulau-pulau kecil di Indonesia mempunyai potensi sebagai cagar alam satwa langka, perikanan, dan pariwisata. Misalnya pulau Nusa Barung yang terletak di Selatan Pulau Jawa tepatnya berada di Kabupaten Jember dan berbatasan langsung dengan Samudera Hindia ini memiliki ekosistem hutan hujan tropis dalam tiga formasi yakni formsi hutan mangrove, formasi hutan pantai, dan formasi hutan daratan rendah. Formasi mangrove membuat pulau ini memiliki jenis api-api (Avicenia sp), jenis bakau (Bruguiera sp). Formasi hutan pantai, mengakibatkan banyaknya spesies mamalia, reptil, burung, dan serangga serta jenis flora laut seperti pandan laut, waru laut, nyamplung, ketapang, pulai, laban, kepuh dan lain sebagainya. Pulau lain yang juga memiliki potensi sebagai cagar alam satwa langka adalah Pulau Batu Mandi.
Pulau Batu Mandi merupakan bagian gugusan kepulauan Arwah yang terletak diwilayah administratif Rokan Hilir, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau yang berbatasan langsung dengan Malaysia. Pulau yang tidak berpenghuni ini memiliki potensi sebagai cagar alam satwa langka yakni sebagai tempat penangkaran penyu. Pulau Batu Mandi juga memiliki potensi dalam bidang perikanan yakni ikan hias, tengiri, tuna,cakalang, kembung, kerapu, kakap dan teri. Selain itu pemandangan di pulau ini sangat indah dan masih alami dengan pantai berpasir putih dan laut yang biru sehingga dapat dikembangkan menjadi tempat pariwisata bahari. Selain Pulau Batu Mandi ada satu pulau yang cocok untuk penangkaran penyu yakni Pulau Berhala yang terletak 48 mil dari pelabuhan Belawan. Kondisi pulau yang sangat alami dan belum berpenduduk menjadi salah satu alasan pulau tersebut dijadikan tempat persinggahan penyu untuk bertelur. Sedangkan pulau Benggala yakni pulau yang berada disebelah barat laut pulau Breueh memiliki hutan mini ditengah laut. Hutan mini di Pulau Benggala mempunyai flora dan fauna yang unik yang merupakan tipikal dari hutan hujan mini. Selain flora dan faunanya Pulau ini juga mempunyai jenis terumbu karang yang unik tersebar diseditar pulau ini. karena keunikan kekayaan hayatinya Pulau Kecil ini dapat dikembangkan untuk wisata lingkungan (eco-tourism).
Berbagai potensi pulau-pulau kecil yang berada dibaris terdepan kepulauan Republik Indonesia perlu dikembangkan dan dikelola dengan baik. Pengelolaan yang baik merupakan pengelolaan yang mempertimbangkan aspek keterpaduan dan keberlanjutan. kedua aspek tersebut menjadi penting mengingat sekarang ini dalam pengelolaan pulau-pulau kecil kurang memperhitungkan dampak jangka panjang serta hasil yang diperoleh dirasa kurang memberikan keuntungan secara ekonomi bagi masyarakat sekitar pulau tersebut.


Sabtu, 28 Maret 2015

Partisipasi Indonesia dalam Pengelolaan Ketersediaan Sumberdaya Perikanan Internasional.



Indonesia salah satu negara dengan produksi ikan tuna terbesar di dunia. Sehingga Indonesia harus ikut berkomitmen untuk mendukung pengelolaan dan konservasi perikanan tuna secara bertanggung jawab dan  berkelanjutan. untuk mewujudkan komitmennya Indonesia bergabung dalam suatu organisasi yang memberikan perhatian khusus terhadap spesies tuna yaitu Indian Ocean Tuna Commission (IOTC). Peran aktif Indonesia dalam IOTC dibuktikan dengan Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) menjadi tuan rumah penyelenggaraan pertemuan tahunan IOTC ke-13 di Kuta, Bali pada tanggal 30 Maret 2009. Keikutsertaan Indonesia dalam komisis tersebut membuat kekayaan tuna Indonesia telah diatur IOTC termasuk jenis tuna yang dimiliki oleh Indonesia yakni sebanyak 16 jenis meliputi Yellow Fin Tuna, Skipjack, Bigeye Tuna,Albacore Tuna,Southern Bluefine Tuna,  Long tail Tuna, Kawakawa, Frigate Tuna, Bullet Tuna,Narrow Barred Spanish Mackerel,Indo Pacific King Mackerel,Indo Pacific Blue Marlin,Black Marlin,Strip Marlin,Indo Pacific Sailfish, dan Swordfish.
Indonesia resmi menjadi negara full member IOTC ke-27 pada tanggal 20 Juni 2007. Masuknya Indonesia menjadi full member IOTC merupakan implementasi dari UU No.31 Tahun 2004 Pasal 10 (2) yang berbunyi “Pemerintah ikut serta secara aktif dalam keanggotaan badan/lembaga/organisasi regional dan internasional dalam rangka kerja sama pengelolaan perikanan regional dan internasional”. IOTC merupakan salah satu Regional Fisheries Management Organization (RFMO), yaitu organisasi pengelolaan perikanan regional dibawah FAO, yang diberi kepercayaan melakukan pengelolaan sumberdaya ikan tuna di wilayah Samudra Indonesia.
Sebagai sebagai salah satu anggota IOTC Indonesia telah melakukan kegiatan seperti program revitalisasi perikanan tuna, penyampaian informasi kepada sekretariat IOTC tentang Authorized Vessel dan Active Vesselatau kapal yang aktif dan resmi melakukan penangkapan tuna, bersama Australia menyusun Regional Plan of Action (RPOA) to Promote Responsible Fishing Practices (including Combating IUU Fishing) in the Region, yakni rencana aksi dua negara untuk mewujudkan pengelolaan perikanan yang bertanggungjawab termasuk pemberantasan illegal fishing; dan penyusunan peraturan perundang-undangan perikanan.
Sebagai langkah awal untuk melaksanakan kewajiban sebagai salah satu anggota forum internasional dengan membuat undang-undang perikanan No. 31/2004  yang ditandatangai Presiden Megawati Soekarniputri pada tanggal 6 Oktober 2006 dan selanjutnya diamandemen melalui Undang-Undang Perikanan No. 45/2009. Undang-undang No. 31/2004 ini menekankan :
1.      Penyelenggaraan Peradilan Perikanan, untuk menangani kasus-kasus kriminal terkait perikanan.
2.      Penugasan investor Perikanan dari layanan sipil, tentara Angkatan Laut Indonesia, dan petugas polisi Indonesia.
3.      Pengakuan tanggung jawab Indonesia di bawah badan hukum internasional untuk bekerjasama dalam mengelola ketersediaan sumber daya perikanan dengan cara bergabung di dalam RFMO terkait.
4.      Peningkatan pemberian lisensi yang mewajibkan kapal-kapal Indonesia untuk memiliki ijin penangkapan ikan di perairan Indonesia.
5.      Pembuatan mekanisme untuk menerapkansanksi bagi pemilik/operator kapal ikan yang terbukti telah melanggar hukm dan peraturan penangkapan.
Prinsip-prinsip yang ada pada undang-undang tersebut menciptakan dasar yang kuat bagi kekuatan penangkapan tuna dilaut internasional oleh Indoneasia. Dan pada tahun 2009 Indonesia menerapkan Peraturan Menteri No PER.03/MEN/2009 tentang Penangkapan Ikan dan/atau Pengangkutan Ikan di Laut Lepas,  persiapan penerapan Log Book perikanan, program outer fishing portatau pelabuhan perikanan terluar. Sehingga kapal-kapal indonesia yang melakukan penangkapan ikan harus mempunyai logbook, memasang VMS, dan bersedia menerima apengawasan di kapal (on-boar observers). Meskipun pelaksanaannya belum menyeluruh, ini merupakan upaya bangsa Indonesia untuk berpartisipasi dalam pengelolaan ketersediaan sumberdaya perikanan internasional.

Sumber :

Jumat, 20 Maret 2015

Mangrove Indonesia bagi Mitigasi Perubahan Iklim Dunia

Indonesia merupakan negara yang memiliki hutan Mangrove terbesar di dunia yaitu seluas 3,1 juta hektar atau sebesar 20 persen dari luas Mangrove global. Namun angka tersebut mengalami penurunan dibandingkan tahun 1980 yang luasnya mencapai 4,2 juat hektar. Penurunan ini terjadi karena terjadi tumpang tindih kewenangan antara Kementerian Kehutanan dan kementrian Kelautan dan Perikanan. Hal ini terjadi karena menurut UU kehutanan, kehutanan merupakan ekosistem yang didominasi oleh pepohonan. Sedangkan menurut UU Pengelolaan Wilayah Pesisir, Mangrove termasuk wilayah peralihan antara daratan dan lautan.
Berkurangnya luas hutan Mangrove di Indonesia sangat memprihatinkan sebab berperan penting bagi ekonomi dan ekologi. Mangrove berfungsi sebagai pemijah (Spawning ground) dan daerah pembesaran (nursery ground) bagi ikan, udang, kerang-kerangan, kepiting, dan spesies ekonomis penting lainnya. Selain itu Mangrove juga berfungsi sebagai pelindung alami pesisir masyarakat pesisir pantai dan mitigasi bencana perubahan iklim.
Kehilangan hutan Mangrove membuat emisi karbon yang dihasilkan dari sektor perindustrian, peternakan, maupun sektor lainnya akan meningkatkan secara signifikan. Emisi karbon yang meningkat secara signifikan menyebabkan semakin tingginya suhu bumi yang berdampak pada perubahan iklim. Perubahan iklim akan membuat kualitas ekosistem daratan buruk. Kualitas daratan yang buruk akan mempengaruhi kualitas ekosistem laut. Pada permasalahan ini Mangruve berada pada posisi sentral yang menghubungkan kedua ekosistem tersebut. Oleh karena itu perlu adanya upaya konservasi ekosistem Mangrove.
Konservasi diperlukan sebagai salah satu upaya untuk mengurangi emisi karbon sebab Mangrove berperan penting dalam penyerapan emisi karbon. Penyerapan karbon bukan pada pohonnya (above-ground) melainkan pada sedimennya (below-ground). Sedimen Mangrove mampu menyimpan karbon mencapai 80 persen. Simpanan karbon pada Mangrove ini lebih besar dibandingkan dengan hutan hujan tropis per satuan luasan. Upaya konservasi ini akan memberikan keuntungan ekologis dan ekonomis bagi Indonesia. Keuntungan ekonomisnya melalui mekanisme global mitigasi perubahan iklim yang dikenal dengan pasar karbon. Secara umum pasar karbon dikenal 2 jenis yakni pasar karbon wajib (compliance market) dan pasra karbon sukarela (voluntary carbon market). Protokol Kyoto memungkinkan terjadinya kerjasama antar negara maju dan berkembang dalam mengurangi gas rumah kaca. Hal ini memungkinkan melakukan kerja sama dengan negara maju melalui mekanisme Clean Development Mechanism (CDM). Secara ekologis pengelolaan hutan mangrove akan mempererat hubungan antara Indonesia dengan negara-negara lain di dunia karena beberapa hutan bakau di Indonesia merupakan tempat persinggahan burung-burung yang terbang bermigrasi dai berbagai negara.
Ekosistem mangrove yang pada awalnya dipandang sebelah mata oleh sebagian pihak sebenarnya memberikan manfaat tang luar biasa bagi bangsa Indonesia terutama dalam bidang ekonomi dan ekologi. Oleh karena itu kita sebagai generasi penerus harus sadar bahwa ekosistem laut juga perlu dilestarikan dan dijaga sebab jika kita hanya mengandalkan sumber daya yang dihasilkan dari darat saja maka tidak akan terjadi keseimbangan antara ekosistem laut dan ekosistem darat.

Smber :
Saputra, Adi.2013. Mengenal Hutan Bakau. Akses tanggal 20 Maret 2015 pukul 17.45 http://www.satwa.net/213/mengenal-hutan-bakau.html
Megawanto, Rony.2014. Blue Carbon, SBY dan Komitmen Jokowi. Tanggal akses 20 Maret 2015 Pukul 19.07 http://www.mongabay.co.id/tag/blue-carbon/
http://www.pemanasanglobal.net/faq/apa-penyebab-utama-pemanasan-global.htm